Tag Archives: renstra

Panduan Fasilitasi Renstra

Standar

Setiap kali menyelenggarakan perencanaan strategis (3 tahun atau 5 tahun) dan evaluasi perencanaan (evaperca) tahunan, merancang metodologinya merupakan suatu keasyikan tersendiri. Tentu saja ini tugas tim fasilitator -baik dari luar maupun dalam lembaga- namun biasanya juga dirapatkan untuk memperoleh proses yang “dinikmati” semua orang.

Setiap event renstra dan evaperca biasanya dirancang metodologi berbeda sesuai kebutuhan dan momentum saat itu, juga supaya menarik (tidak bosan) belajar sesuatu yang baru.

Berikut ini adalah contoh rancangan fasilitasi sebuah kegiatan renstra yang cukup sederhana. Sederhana? Tentu saja renstra tidak sederhana karena merupakan sebuah proses merancang program yang besar (3-5 tahun).  Tapi biasanya selalu menjadi event yang mencerahkan buat lembaga.

***

PERENCANAAN STRATEGIS LSM

 Peserta: Seluruh jajaran pimpinan dan staf lembaga/organisasi

Fasilitator: dari LSM mitra (2 orang).

 LANGKAH-1: PEMBAHASAN ORGANISASI

  •  Peserta ditugaskan untuk melakukan hal-hal sbb: (1) Menggambarkan struktur organisasi (organigram). (2). Mencantumkan nama-nama orang di masing-masing bidang dalam organigram.
  •  Peserta kemudian diajak mendiskusikan bagaimana garis hubungan antar setiap jabatan, bidang dan personil di organisasi.

LANGKAH-2: IDENTIFIKASI MASALAH-MASALAH  ORGANISASI

  • Setiap orang diminta menulis masalah-masalah yang dirasakannya dalam melaksanakan pekerjaan di atas kartu-kartu metaplan
  • Masalah-masalah itu kemudian dikelompokkan ke dalam: masalah internal, eksternal dan ‘wilayah abu-abu’ (antara internal dan eksternal)

Contoh masalah internal:

  • Masalah manajemen, dibagi ke dalam: masalah manajemen umum, masalah pengorganisasian kerja (mekanisme kerja dan QC), pengembangan staf, koordinasi antar bidang, perangkapan jabatan, dan keuangan
  • Masalah sarana pendukung, dibagi ke dalam: kesejahteraan staf (gaji, tunjangan, dsb.), personil/tenaga kerja, peralatan kerja, kebijakan/peraturan
  • Masalah sikap-perilaku: disiplin kerja, efisiensi kerja, dsb.

LANGKAH-3: ANALISIS SEBAB-AKIBAT MASALAH  ORGANISASI (POHON MASALAH)

Dari hasil identifikasi dan pengelompokkan masala, proses selanjutnya adalah analisis sebab-akibat dengan menggunakan Pohon Masalah. Karena kartu masalah yang terkumpul biasanya sangat banyak, agar analisis sebab akibat masalah tidak terlalu kompleks, maka peserta diminta melakukan langkah-langkah sbb.:

  • Identifikasi masalah utama dengan cara curah pendapat (kesepakatan): 1 kartu saja, boleh dari masalah manajemen atau lainnya.
  • Tulislah pertanyaan dengan kalimat pendek dari masalah-masalah utama tersebut: Apa penyebab masalah….? Apa akibat masalah….?
  • Tulislah sebab-sebab dari masalah utama tersebut; 1 kartu untuk 1 masalah.
  • Tulislah akibat-akibat dari masalah utama tersebut; 1 kartu untuk 1 masalah.
  • Buatlah diagram yang memperlihatkan hubungan sebab-akibat masalah-masalah utama (POHON MASALAH); gunakan kertas plano untuk membuat diagram dan menempelkan kartu-kartu.
  • Kaji ulang semua diagram sebab-akibat masalah utama dan lengkapi bukti-bukti dari semua keadaan ini (tambahkan kartu masalah sebab atau akibat apabila perlu).

LANGKAH-4: PEMBUATAN POHON TUJUAN

Dari diagram sebab-akibat masalah (Pohon Masalah) yang dibuat berdasarkan isu-isu masalah utama kemudian proses selanjutnya adalah mengubah Pohon Masalah tersebut menjadi Pohon Tujuan. Peserta kemudian ditugaskan untuk:

  • Merumuskan masalah utama ke dalam bentuk positif (kalimat masalah menjadi kalimat tujuan).
  • Begitu juga dengan masalah-masalah sebab dan akibat, dirumuskan dalam bentuk-bentuk positif sehingga seluruh Pohon Masalah menjadi Pohon Tujuan.

CONTOH:

Masalah Utama: belum ada mekanisme kerja dan QC yang baik diantara bidang Tujuan Utama: mengadakan mekanisme kerja dan QC yang baik antar bidang
Masalah-masalah Sebab: alat pendukung kerja kurang, pengembangan staf kurang diperhatikan, jumlah pekerjaan di luar kapasitas staf, disiplin kerja rendah Tujuan Pendukung: menyediakan alat pendukung kerja, membuat program pengembangan staf, mengatur jumlah pekerjaan agar sesuai kapasitas, membuat aturan jam/waktu kerja
Masalah-masalah Akibat: mutu produk lembaga/organisasi kurang memenuhi standar Tujuan Akhir: meningkatkan mutu produk layanan lembaga/organisasi

LANGKAH-5: ANALISIS PARAPIHAK (STAKE HOLDERS)

Setelah mebuat Pohon Tujuan, peserta diajak mendiskusikan pihak-pihak (stakeholder) yang berhubungan dengan lembaga/organisasi untuk melaksanakan semua tujuan di atas. Untuk itu, peserta mendiskusikan beberapa pertanyaan berikut:

  •  Siapa pihak-pihak (stakeholder) yang berhubungan dengan lembaga/organisasi kita?
  • Apa dukungan dari setiap stakeholder kepada lembaga/organisasi kita?
  • Apa gangguan dari setiap stakeholder kepada lembaga/organisasi kita?

Dari hasil diskusi di atas, kemudian dibuatkan metaplan sbb:

No.

Pihak-pihak

Dukungan

Gangguan

LANGKAH-6: PENYUSUNAN MATRIKS PERENCANAAN PROYEK (MPP)  5 TAHUN

Tugas Kelompok

Dari hasil penyepakatan isu-isu strategis dan pembuatan Pohon Tujuan, kemudian akan dilanjutkan dengan penyusunan Matriks Perencanaan Proyek (MPP) lembaga/organisasi untuk tahun …. sampai…. (5 tahun).

Tugas masing-masing kelompok adalah menyusun MPP berdasarkan pemilahan yang disepakati bersama, misal sebagai berikut:

  • Kelompok-1: Menyusun beberapa MPP yang berhubungan dengan pembenahan manajemen.
  • Kelompok-2: Menyusun beberapa MPP yang berhubungan dengan pengembangan sarana pendukung.

Format MPP adalah sebagai berikut:

NAMA PROYEK:

Pembenahan Sistem Organisasi

MATRIKS PERENCANAAN PROYEK

JANGKA WAKTU: 2 tahun

(Tahun… s.d……)

Tujuan Proyek

Indikator-indikator Obyektif

Sumber Pembuktian Indikator

Asumsi-asumsi Penting

Pleno

Presentasi setiap kelompok:

  • Perbaikan MPP masing-masing kelompok
  • Kompilasi MPP semua kelompok yang memungkinkan untuk digarap pada tahun pertama  (bintang*****), tahun kedua (bintang ****), tahun ketiga (***), tahun keempat (**), dan tahun kelima (*).

LANGKAH-7: PENYUSUNAN RENCANA KERJA (WORKPLAN) MASING-MASING PERSONIL LEMBAGA (5 TAHUN)

Tugas Perorangan

Setiap orang dibagi kartu-kartu metaplan untuk menyusun rencana kerja masing-masing selama tahun 1999-2001. Kartu-kartu itu dibedakan dalam 3 kategori (buat dengan 5 warna kartu yang berbeda), yaitu:

  • Kategori bintang *****, yaitu rencana kerja perorangan yang mengacu pada isu-isu strategis, dan rencana kerja (MPP) tahun pertama.
  • Kategori bintang ****, yaitu rencana kerja perorangan yang mengacu pada isu-isu strategis dan rencana kerja (MPP) tahun kedua.
  • Dan seterusnya. Selain itu juga termasuk kategori bintang *, yaitu rencana kerja yang berdasarkan minat pribadi asalkan relevan dengan visi, misi, dan nilai-nilai lembaga/organisasi.

Pleno

  • Penyajian seluruh rencana kerja perorangan dan diskusi atau tanggapan dari semua personil lembaga: pengguguran atau penambahan kartu.
  • Kompilasi seluruh rencana kerja perorangan.

LANGKAH-8: PENYUSUNAN JADWAL BESAR LEMBAGA/ORGANISASI

Tim Kerja

Tim Kerja menyusun jadwal besar lembaga dengan mengacu pada MPP (5 tahun) dan work plan perorangan (5 tahun).

Pleno

Jadwal besar kemudian diplenokan dan dibahas bersama seluruh personil lembaga dari pimpinan sampai staf. Hasilnya menjadi bahan revisi oleh tim kerja. Setelah revisi, jadwal besar lembaga diberlakukan.

***

Tantangan terbesar fasilitator adalah mengkondisikan semua orang dari sebuah lembaga untuk bisa berfikir jangka panjang (strategis dan visioner) sementara yang terlibat mulai dari direktur sampai staf lapangan.

Karena itu, tidak rugi bila lembaga menyelenggarakan pelatihan metodologi renstra untuk seluruh jajaran stafnya agar bisa melakukan langkah-langkah proses renstra di atas dengan mengundang pelatih dari lembaga mitra. Suasana pelatihan tentu akan berbeda dengan suasana pelaksanaan renstra yang sebenarnya.

Dalam pelatihan ini peserta memperoleh keterampilan cara merumuskan visi, misi, masalah, tujuan dan juga diajak menemukan isu strategis lembaga hanya sebagai praktek.

***

Salah satu buku rujukan LSM untuk menyelenggarakan renstra adalah buku “Strategic Planning for Public and Nonprofit Organization” yang ditulis oleh John M. Bryson dan diterjemahkan oleh M. Miftahuddin menjadi “Perencanaan Strategis bagi Organisasi sosial” yang diberi Kata Pengantar oleh Dr. Mansour Fakih dan diterbitkan oleh Pustaka Pelajar tahun 1999 (cetakan kedua tahun 2000).

Berdasarkan buku ini, dikembangkan bisa dikembangkan materi pelatihan metodologi renstra karena buku tersebut selain menjelaskan konsep (apa itu visi, misi, analisis SWOT, dan isu strategis) juga memberikan teknik dan contoh penerapan (panduan proses).

Berikut contoh materi pelatihan metodologi renstra yang pernah dikembangkan Mas Agung (dari YIS Solo) untuk kebutuhan jaringan LSM. Saya kira Mas Agung tidak akan keberatan untuk berbagi artefak materi ini.

Siapa tahu ada yang membutuhkan sebagai referensi, silakan cari bukunya  (saya lihat masih dicetak ulang dan tersedia di toko buku). Silakan unduh hasil pengolahan materi pelatihan renstra berdasar buku tsb. berikut ini:

Bahan Pelatihan Renstra (Mas Agung)

Bagan Proses Renstra (Mas Agung)

Semoga bermanfaat.

***

Fasilitator Perencanaan Strategis (Renstra)

Standar

Salah satu jenis perencanaan yang pernah populer di kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) adalah perencanaan strategis (renstra) untuk menyusun program 3 atau 5 tahun. Sedangkan untuk tahunan biasanya dilakukan evaluasi dan perencanaan (evaperca) tahunan.

Tapi, itu dulu, saat funding masih bermurah hati memberi dana program kepada LSM dengan komitmen jangka panjang. Sekarang Indonesia asudah dianggap lebih maju, sehingga funding pun banyak berkurang.

Dulu, kalangan LSM seringkali mencari “fasilitator resntra” dari LSM lainnya karena biasanya forum seperti itu membutuhkan “orang luar” agar bisa obyektif, berjarak, dan netral. Kalau fasilitatornya dari dalam lembaga sendiri, maka ybs. tidak luput dari keterlibatan dalam masalah dan perdebatan gagasan yang biasa muncul hangat di dalam forum renstra.

Maklum, renstra adalah forum yang sering dilakukan dengan melakukan analisis SWOT dan kemudian penentuan isu strategis ke depan serta perumusan ulang visi/misi lembaga bila dianggap perlu. Buat orang LSM yang gemar berdebat “ideologi” tentunya ini forum yang sengit.

Fasilitator renstra ini pekerjaan yang lumayan “prestise”, menantang tapi menyenangkan. Sebab kita memfasilitasi sebuah proses yang dihadiri oleh Direktur sampai seluruh jajaran petugas lapangan (fasilitator masyarakat) termasuk kader-kader. Bahkan kalau di lembaga saya, mitra-mitra inti pun diundang di dalam forum renstra.

Rasa-rasanya sih sekarang ini sudah jarang mendengar LSM mengadakan renstra. Apalagi dengan banyaknya LSM berbentuk Perkumpulan, lebih sering digunakan kata Kongres sebagai forum pertemuan.

***

Istilah renstra saat ini mengemuka di kalangan pemerintah dengan adanya regulasi perencanaan (musrenbang) yang mewajibkan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) menyusun rencana program 5 tahun (renstra) dan rencana kerja (renja) tahunan.

Awal bergulirnya otonomi daerah, istilah renstra ini digunakan untuk pemerintah daerah. Sehingga muncul dokumen renstra kabupaten/kota. Belakangan, terjadi perbaikan. Untuk kabupaten/kota dokumen rencana dibagi dalam dokumen 20 tahunan yang disebut Rencana Jangka Panjang Daerah (RPJPD), dokumen 5 tahunan yang disebut Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) dan dokumen tahunan yang disebut Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD).  Sedangkan dokumen renstra adalah istilah untuk dokumen rencana 5 tahun di SKPD-SKPD  yang menjabarkan RPJMD menjadi dokumen rencana lembaganya masing-masing.

Mengapa istilah untuk dokumen rencana itu berbeda? Mengapa dokumen renstra digunakan untuk SKPD, sedangkan RPJMD digunakan untuk pemerintah daerah, padahal keduanya sama-sama program 5 tahun?

Renstra merupakan istilah perencanaan yang dilakukan oleh lembaga dan bersifar internal lembaga itu, meskipun prosesnya juga partisipatif (melibatkan stakeholders pentingnya). Dalam renstra, stakeholder (publik) dianggap eksternal, yaitu pihak luar yang merupakan klien atau penerima pelayanan dari lembaga. Klien dilibatkan karena pengguna layanan akan menyampaikan kebutuhan-kebutuhannya apa.  Sesuai namanya, SKPD merupakan perangkat pemerintah daerah untuk melakukan pelayanan.

Sementara, perencanaan RPJMD oleh pemerintah daerah merupakan perencanaan publik yang dilakukan dengan melibatkan masyarakat yang ada di wilayah pemerintahan yang menyusun rencana tersebut. Dalam perencanaan RPJMD, masyarakat dianggap internal dan bagian dari pemerintahan yang menyusun rencana tersebut. Hal ini berlaku juga dengan desa sebagai unit pemerintahan otonom. Desa memiliki dokumen RPJM desa (5 tahun) dan RKP Desa (tahunan).

Begitulah perbedaan konsep renstra (5 tahun) SKPD dengan perencanaan jangka menengah (juga 5 tahun) pemerintah daerah.

LSM sebagai lembaga juga menyebut perencanaan 5 tahunnya dengan istilah renstra. Ada juga yang melakukan renstra per 3 tahun.

***

Seperti apakah metodologi renstra yang diterapkan oleh lembaga pemerintah? Nampaknya masih perlu pengembangan.

Kalau kalangan LSM sih biasanya kreatif mengembangkan metodologi renstranya. Kalaumengundang fasilitator dari luar, rancangan metodologi renstra itu biasanya dinegosiasikan. Berbagai sumber rujukan tentang metodologi renstra, dikembangkan sendiri jadi metodologi yang dibutuhkan oleh lembaganya. Campur-campur.

Seorang fasilitator renstra harus mengakomodir kebutuhan organisasi/lembaga sehingga harus mempelajari dahulu dokumen-dokumen renstra terdahulu, laporan program, struktur organisasi dan budaya lembaga tersebut. Mewawancarai pimpinan lembaga dan manajer (koordinator) program mengenai dilakukan dalam rangka mengembangkan proses dan metode renstra yang tepat. Secara umum metodologi renstra itu biasanya terdiri dari:

  • Mereview mandat dan misi organisasi
  • Analisis Lingkungan Internal – Eksternal
  • Analisis Pemangku Kepentingan (Stakeholder)
  • Analisis SWOT – kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman.
  • Mengidentifikasi isu stretegis organisasi.
  • Menciptakan Visi Masa depan.
  • Menyusun kerangka logis 5 tahun.
  • Menyusun rencana kerja tahunan.

Perkembangan selanjutnya, muncul metodologi yang lebih futuristik seperti Future Search Conference dan Appreciative Inquiry dengan hasil berupa Skenario Masa Depan dan Impian Masa Depan yang ingin dibangun organisasi. Weee, tapi metodologi seperti ini biasanya dipatenkan di Amerika sana.  Fasilitatornya harus bersertifikat. Hanya saja, kita sering memodifikasinya jadi metodologi campur-campur saat merancang metode renstra yang dibutuhkan.

***

Apa perbedaan renstra yang dilakukan oleh LSM dengan yang sekarang ini menjadi praktek di pemerintah? Setahu saya sih renstra itu diterapkan oleh  LSM dengan “ideologi” dan pendekatan partisipatif. Lembaga membangun bersama visi/misi, prinsip organisasi dan program yang akan dikembangkan 5 tahun ke depan. Bukan seorang direktur sendiri di belakang meja yang menyusunnya.

Sedangkan pemerintah menyusun renstra karena amanah regulasi yang menyebutkan bahwa pendekatan perencanaannya merupakan kombinasi dari pendekatan partisipatif, bottom-up, top-down, teknokratis, dan politis. Pendekatan politis, artinya renstra SKPD (misalnya Dinas Kesehatan) tidak boleh keluar dari visi/misi Bupati yang ada di dalam dokumen RPJMD. Sedangkan pendekatan bottom-up, berarti harus mengakomodir persoalan dari bawah melalui mekanisme musrenbang desa/kelurahan dan kecamatan. Pendekatan top-down karena SKPD harus bisa menjabarkan RPJMD.  Sedangkan pendekatan partisipatif adalah diselenggarakannya Forum SKPD yang membahas draft rencana program SKPD bersama stakeholdernya.

Siapa fasilitator renstra pemerintah (SKPD-SKPD)? Kalau tidak dari internal SKPD itu sendiri, biasanya pemerintah menggunakan fasilitator independen dari kalangan perguruan tinggi maupun LSM.

Tapiiii…. masih banyak daerah yang belum menyusun dokumen renstra ini dengan proses dan hasil yang bagus. Masih menggunakan konsultan individu untuk mengerjakan (membuat) dokumen tersebut.

Metodologi renstra yang sangat partisipatif  ala LSM sekarang perlu dikembangkan oleh pemerintah yang seringkali masih menyusun dokumen renstra dan renjanya dengan proses kurang partisipatif. Tentunya partisipatif ala pemerintah berbeda karena dikombinasikan dengan pendekatan-pendekatan lain seperti yang disebutkan di atas.

***